Minggu, 13 Januari 2019

TUGAS FINAL



Petunjuk:

1. Tugas dibuat dalam bentuk file Word/pdf. yang diupload pada link: DISINI

2. Format tugas mengikuti artikel pada link berikut: DISINI

- Perhatikan referensi dalam daftar pustaka yang anda buat mencantumkan referensi berdasarkan judul artikel yang telah saya upload ini, jumlah referensi minimal 3, referensi dari blogspot tidak diterima.
- Jumlah halaman Minimal 1 lembar. 
- Tugas yang tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan memungkinkan untuk dikembalikan.

3. Setelah tugas terupload kirimkan link tugas melalui ketua kelas. Paling lambat tanggal 20 Januari 2019 pukul 23:00 WITA.

Selasa, 08 Januari 2019

Ringkasan Materi II ( Tata Kelola Lingkungan)


1.    Pemanfaatan Lingkungan dan Pengendalian Lingkungan

a.    Sektor Kehutanan
Fokus dan prioritas pemanfaatan hasil hutan di Indonesia selama beberapa dasawarsa belakangan ini lebih dititikberatkan pada pola pemanfaatan kayu dan hasil hutan ikutan berskala komersial serta lokus yang terbatas.
Dimensi Sosial Pemanfaatan hutan
     Dimensi sosial pertama, sebagian besar masyarakat pedesaan yang mengonsumsi hasil hutan berasal dari kawasan hutan.
     Dimensi sosial kedua adalah adanya dinamika masyarakat, terutama peningkatan populasi penduduk di suatu daerah dan peningkatan pendapatan serta kualitas sumber daya manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan pemanfaatan hasil hutan.
Illegal logging (Pembalakan liar) adalah semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang terorganisasi. Masalah tindak pidana illegal logging ini juga sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, teroganisasi, dan lintas negara. Tindak pidana ini dilakukan dengan modus operandi yang canggih dan telah mengancam kelangsungan hidup masyarakat sehingga dalam pencegahan dan pemberantasannya diperlukan landasan hukum yang kuat dan mampu menjamin evektifitas penegak hukum.
b.   Sektor Perikanan dan Kelautan
Pemerintah Indonesia bertanggungjawab menetapkan pengelolaan sumberdaya alam Indonesia bagi kepentingan seluruh masyarakat, dengan memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya tersebut. Hal ini juga berlaku bagi sumberdaya perikanan dan kelautan.

2.    Pemeliharaan lingkungan hidup

Sebelum membangun pabrik atau melakukan proyek, pihak pengembang diharuskan melakukan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut diantaranya digunakan kriteria mengenai:
1.    Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan
2.    Luas wilayah penyebaran dampak
3.    Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
4.    Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak
5.    Sifat kumulatif dampak
6.    Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
           Pemerintah juga mengeluarkan baku mutu lingkungan. Baku Mutu Lingkungan adalah ukuran batas bahan, zat atau energy yang berada pada tempat dan kondisi tertentu. Dengan kata lain, Baku Mutu Lingkungan adalah ambang batas kadar maksimum suatu zat atau bahan yang diperbolehkan berada di lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif.

3.    Tugas dan Wewenang Pemerintah dalam pengelolaan Lingkungan

Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Inti pasal ini menyebutkan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah bertugas dan berwewenang
- Menetapkan kebijakan nasional.
- Menetapkan norma, standard, prosedur dan kriteria.
- Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai rencana.
   Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Nasional;
a.         Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Kajian   Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
b.      Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Analisis
c.       Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Upaya Pengelolaan    Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjut disingkat UKL-UPL;
d.      Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam nasional dan emisi gas rumah kaca;
e.       Mengembangkan standar kerja sama;
f.        Mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
g.      Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai sumber daya alam hayati dan nonhayati, keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan keamanan hayati produk rekayasa genetik.

4.        Partisipasi Masyarakat dalam pengelolaan Lingkungan

Partisipasi masyarakat dapat pula diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi (Kahpi, 2015).
Dokumen amdal disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat. Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Masyarakat yang dimaksud meliputi: 
  1. masyarakat yang terkena dampak
  2. pemerhati lingkungan hidup
  3. masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal
  4. Masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal

5.        Penyelesaian Sengketa Lingkungan

Johson dan Duinker dalam Mitchell (2003) menuliskan “Konflik adalah pertentangan antar banyak kepentingan, nilai, tindakan atau arah serta sudah merupakan bagian yang menyatu sejak kehidupan ada.
(1)   Perbedaan pengetahuan atau pemahaman (informasi/fakta);
(2)   Perbedaan nilai (prinsip);
(3)   Perbedaan kepentingan (alokasi untung rugi); dan
(4)   Perbedaan latar belakang personal/sejarah.
            Mitchell (2003) alternatif penyelesaian konflik yaitu ada 4 jenis alternatif penyelesaian: (1) konsultasi publik; (2) negosiasi; (3) mediasi; (4) arbitrasi.

6.        Ruang Terbuka Hijau

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mengamanatkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan. 
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakatnya.

7.    Corporate Social Responcibility (CSR)

Berikut penjelasan terkait CSR:
     Menurut (Carroll,1998) CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas. 
     Corporate Social Responcibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
     Diamanatkan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007 dan diperjelas pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2012. 

Ringkasan Materi II (Manajemen Publik)

1.        Konsep Citizens and Stakeholders
Istilah Warga Negara merupakan terjemahan kata citizen (inggris). Kata citizen secara etimologis berasal dari bangsa romawi yang pada waktu itu berbahasa latin, yaitu kata “civis” atau “civitas” yang berarti anggota warga dari city-state. Kewarganegaraan itu menghadirkan suatu hubungan antara individu dan negara, dimana keduanya terikat bersama-sama oleh hak dan kewajiban secara timbal balik (Kymlicka, 2003:147).
Freeman mendefinisikan stakeholders “setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan/organisasi.”
Henriques (1999) mengemukakan beberapa ruang lingkup  stakeholders,yaitu :
  1. Pemerintah (Governmental), yaitu pemerintah dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah menjadi aspek penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan.
  2. Kelompok masyarakat (Community), kelompok masyarakat harus diperhatikan, karena kelompok masyarakat adalah elemen konsumen yang akan mengkonsumsi hasil produksi dari perusahaan.
  3. Organisasi Lingkungan (Environmental Organization) dewasa ini telah menjadi salah satu kekuatan kontrol sosial yang dapat mengawasi aktifitas perusahaan. Orientasi organisasi lingkungan secara umum adalah menghindari eksploitasi yang berlebihan terhadap lingkungan hidup demi kepentingan perusahaan (profit).
  4. 4. Media massa (Mass Media) dalam lingkungan bisnis saat ini memiliki peran yang sangat dominan dalam membentuk opini masyarakat terhadap suatu aktifitas
2.        Akuntabilitas Sektor Publik
Adisasmita (2011) “akuntabilitas adalah instrumen pertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan tugas pokok dan fungsi serta misi organisasi”
Kusumastuti (2014:2) “Akuntabilitas adalah bentuk kewajiban penyedia penyelenggaraan kegiatan publik untuk dapat menjelaskan dan menjawab segala hal menyangkut langkah dari seluruh keputusan dan proses yang dilakukan, serta pertanggungjawaban terhadap hasil kinerjanya”
Syahrudin Rasul (2002:11) ada lima dimensi akuntabilitas yaitu sebagai berikut :
1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran Akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam organisasi, sedangkan akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, korupsi dan kolusi.
2. Akuntabilitas Manajerial
Akuntabilitas manajerial yang dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja adalah pertanggungjawaban untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien.
3. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program juga berarti bahwa program-program organisasi hendaknya merupakan program yang bermutu dan mendukung strategi dalam pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Lembaga harus mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada pelaksanaan program.
4. Akuntabilitas Kebijakan
Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak di masa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut dan mengapa kebijakan itu dilakukan.
5. Akuntabilitas Finansial
Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga pubik untuk menggunakan dana publik (public money) secara ekonomis, efisien, dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi.
3.    E-Governance
e-government merupakan sebuah modernisasi pemanfaatan teknologi yang secara garis bukan sebuah perubahan yang sangat mendasar didalam sebuah tata pemerintahan yang dipastikan akan berjalan dalam jangka panjang dan bukan pula membuktikan bahwa ini merupakan awal dari sebuah proses pertumbuhan dan perubahan sosial.
Perubahan pada Proses Kerja Pemerintah dalam e-Government
Sebelum
Sesudah
Proses kerja pemerintah menggunakan kertas
Proses dokumen berbasis elektronik
Prosedur berorientasi bagian/satuan kerja
Prosedur berorientasi pelayanan
Banyaknya jalur kontak ke pemerintah dan kunjungan personal (tatap muka) ke kantor-kantor pemerintah
Jalur kontak tunggal dan akses online, sehingga kunjungan personal tidak begitu diperlukan
Manajemen sumber daya informasi tingkat bagian/satuan kerja, dengan banyaknya duplikasi dan pemborosan antar bagian yang berbeda
Manajemen sumber daya informasi terintegrasi menggunakan standar umum dan ditandai dengan konvergensi
Secara umum, tahap pengembangan e- government dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Tahap informatif mengandung arti bahwa pembukaan situs web oleh organisasi pemerintah sebatas digunakan sebagai sarana penyampaian informasi tentang kegiatan pemerintahan di luar media elektronik maupun non-elektronik yang selama ini ada.
2. Tahap interaktif berarti penggunaan teknologi internet yang memung- kinkan kontak antara pemerintah dan masyarakat melalui situs web dapat secara online sehingga memungkinkan interaksi yang lebih interaktif dan terbuka.
3. Tahap transaktif adalah penggunaan teknologi internet yang memungkinkan transaksi pelayanan publik melalui situs web.

4. Inovasi dalam Manajemen Publik
Suryani (2008) Inovasi dalam konsep yang luas sebenarnya tidak hanya terbatas pada produk. Inovasi dapat berupa ide, cara-cara ataupun obyek yang dipersepsikan oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru. Inovasi juga sering dugunakan untuk merujuk pada perubahan yang dirasakan sebagai hal yang baru oleh masyarakat yang mengalami.
Jong & Hartog (2007) merinci lebih mendalam mengenai dimensi dalam inovasi dilihat dari dari sejumlah proses yaitu:
  Melihat peluang. Peluang muncul ketika ada persoalan yang muncul atau dipersepsikan sebagai suatu kesenjangan antara yang seharusnya dan realitanya.
  Mengeluarkan ide. Ketika dihadapkan suatu masalah atau dipersepsikan sebagai masalah maka gaya berfikir konvergen.
  Mengkaji ide. Tidak Semua ide dapat dipakai, maka dilakukan kajian terhadap ide yang muncul. Gaya berfikir divergen atau mengerucut mulai diterapkan.
  Implementasi. Pada tahap ini, keberanian mengambil resiko sangat diperlukan. Resiko berkaitan dengan probabilitas kesuksesan dan kegagalan.
1.    Collaborative Public Management (Governance)
      Konsep penyelenggaraan pemerintahan atau governance yakni disebut konsep collaborative governance atau penyelenggaraan pemerintahan yang kolaboratif.
      Ansell & Gash, (2007) Collaborative Governance dapat dikatakan sebagai salah satu dari tipe governance. Konsep ini menyatakan akan pentingnya suatu kondisi dimana aktor publik dan aktor privat (bisnis) bekerja sama dengan cara dan proses terentu yang nantinya akan menghasilkan produk hukum, aturan, dan kebijakan yang tepat untuk publik atau,masyarakat.
Balogh, Stephen, dkk. (2011), Dimensi pertama (system context) memiliki 7 elemen yaitu: 
  1. Resouce Condition (Sumber daya yang dimiliki)
  2. Policy and Legal Framework (Kebijakan dan kerangka hukum) 
  3. Level of Conflict/Trust (Konflik antar kepentingan dan tingkat kepercayaan) 
  4. Sosioekonomi;kesehatan;budaya;dan ragam (Potret Kondisi) 
  5. Prior failure to Address Issues (Kegagalan yang ditemui di awal)
  6. Political dynamics/power relations (Dinamika politik), dan 
  7. Network connectedness (Jaringan yang terkait).
2.    Contracting for Public Services
Public-Private Partnership telah muncul sebagai model penting yang digunakan pemerintah untuk menutup kesenjangan infrastruktur karena menawarkan beberapa keuntungan kepada pemerintah yang kemudian berusaha untuk mengatasi kekurangan infrastruktur atau meningkatkan efisiensi organisasi mereka ( Grimsey dan Lewis , 2004).
Konsep PPP telah didefinisikan dalam berbagai cara dan konseptualisasi termasuk hampir semua bentuk interaksi publik-swasta (Teisman dan Klijn, 2002).

3.    Budaya Organisasi
Robbins dan Timothy (2008:256) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna (persepsi) bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, yang membedakan organisasi tersebut dengan oganisasi lainnya.
Moeheriono (2012:336) mengartikan budaya organisasi sebagai pola keyakinan dan nilai-nilai (values) organisasi yang dipahami, dijiwai, dan dipraktikkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. 

Tujuan penerapan budaya organisasi dalam Mangkunegara (2012), adalah agar seluruh individu dalam perusahaan atau organisasi mematuhi dan berpedoman pada sistem nilai keyakinan dan norma-norma yang berlaku dalam perusahaan atau organisasi tersebut serta merupakan bentuk bagaimana orang-orang berprilaku dan melakukan hal-hal yang membedakan organisasi dengan organisasi lain.

Etika dalam administasi publik hakikatnya tidak mempersoalkan “benar atau salah” tetapi lebih menekankan kepada “baik dan buruk”.
Syaefullah Djaja (2012) menegaskan bahwa etika jabatan dalam birokrasi publik (etika pejabat publik) berhubungan atau berkenaan dengan perbuatan seseorang yang memagang jabatan tertentu, baik dalam waktu kerja maupun di luar kerja dan dalam kehidupannya sehari-hari.
Secara etis, seorang pejabat publik tidak bisa memisahkan antara perbuatannya dalam pekerjaan dengan perbuatannya di luar pekerjaan.
Bureaupathologis adalah penyakit-penyakit birokrasi ini antara lain:
a.         Indecision yaitu tidak adanya keputusan yang jelas atas suatu kasus. Jadi suatu kasus yang pernah terjadi dibiarkan setengah jalan, atau dibiarkan mengambang, tanpa ada keputusan akhir yang jelas. Biasanya kasus-kasus seperti bila menyangkut sejumlah pejabat tinggi. Banyak dalam praktik muncul kasus-kasus yang di peti es kan.
b.        Red Tape yaitu penyakit birokrasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan yang berbelit-belit, memakan waktu lama, meski sebenarnya bisa diselesaikan secara singkat.
c.         Cicumloution yaitu Penyakit para birokrat yang terbiasa menggunakan katakata terlalu banyak. Banyak janji tetapi tidak ditepati. Banyak kata manis untuk menenangkan gejolak masa. Kadang-kadang banyak kata-kata kontroversi antar elit yang sifatnya bisa membingungkan masyarakat.
d.        Rigidity yaitu penyakit birokrasi yang sifatnya kaku. Ini efek dari model pemisahan dan impersonality dari karakter birokrasi itu sendiri. Penyakit ini nampak dalam pelayanan birokrasi yang kaku, tidak fleksibel, yang pokoknya baku menurut aturan, tanpa melihat kasus-perkasus.
e.         Psycophancy yaitu kecenderungan penyakit birokrat untuk menjilat pada atasannya. Ada gejala Asal Bapak senang. Kecenderungan birokrat melayani individu atasannya, bukan melayani publik dan hati nurani. Gejala ini bisa juga dikatakan loyalitas pada individu, bukan loyalitas pada publik.
f.          Over staffing yaitu Gejala penyakit dalam birokrasi dalam bentuk pembengkakan staf. Terlalu banyak staf sehingga mengurangi efisiensi.
b.        Paperasserie adalah kecenderungan birokrasi menggunakan banyak kertas, banyak formulir-formulir, banyak laporan-laporan, tetapi tidak pernah dipergunakan sebagaimana mestinya fungsinya.
c.         Defective accounting yaitu pemeriksaan keuangan yang cacat. Artinya pelaporan keuangan tidak sebagaiamana mestinya, ada pelaporan keuangan ganda untuk kepentingan mengelabuhi. Biasanya kesalahan dalam keuangan ini adalah mark up proyek keuangan.
4.        Ukuran Manajemen Kinerja Sektor Publik

Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai, 2004).
Sedarmayanti (2003:149) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Faktor kemampuan di dapat dari pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) sedangkan motivasi terbentuk dari sikap (attitude) dalam menghadapi situasi kerja.
Fadel, dalam JURNAL Ecoment Global  Oemar dan Gangga, (2017),  untuk mengukur kinerja pegawai dinilai dari :
1. Pemahaman atas tupoksi
2. Inovasi
3. Kecepatan kerja
4. Keakuratan kerja
5. Kerjasama
Mangkunegara (2009:67) pengukuran kinerja karyawan dapat dinilai dari :
1. Kualitas kerja  
2. Kuantitas kerja  
3. Tanggung jawab
4. Kerjasama
5. Inisiatif