1.
Konsep
Citizens and Stakeholders
Istilah Warga Negara
merupakan terjemahan kata citizen (inggris). Kata citizen secara etimologis
berasal dari bangsa romawi yang pada waktu itu berbahasa latin, yaitu kata
“civis” atau “civitas” yang berarti anggota warga dari city-state. Kewarganegaraan
itu menghadirkan suatu hubungan antara individu dan negara, dimana keduanya
terikat bersama-sama oleh hak dan kewajiban secara timbal balik (Kymlicka,
2003:147).
Freeman mendefinisikan
stakeholders “setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan/organisasi.”
Henriques (1999)
mengemukakan beberapa ruang lingkup
stakeholders,yaitu :
- Pemerintah
(Governmental), yaitu pemerintah dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan
pemerintah menjadi aspek penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan.
- Kelompok
masyarakat (Community), kelompok masyarakat harus diperhatikan, karena
kelompok masyarakat adalah elemen konsumen yang akan mengkonsumsi hasil
produksi dari perusahaan.
- Organisasi
Lingkungan (Environmental Organization) dewasa ini telah menjadi salah
satu kekuatan kontrol sosial yang dapat mengawasi aktifitas perusahaan.
Orientasi organisasi lingkungan secara umum adalah menghindari eksploitasi
yang berlebihan terhadap lingkungan hidup demi kepentingan perusahaan (profit).
- 4.
Media massa (Mass Media) dalam lingkungan bisnis saat ini memiliki peran
yang sangat dominan dalam membentuk opini masyarakat terhadap suatu
aktifitas
2.
Akuntabilitas
Sektor Publik
Adisasmita (2011)
“akuntabilitas adalah instrumen pertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan
tugas pokok dan fungsi serta misi organisasi”
Kusumastuti (2014:2)
“Akuntabilitas adalah bentuk kewajiban penyedia penyelenggaraan kegiatan publik
untuk dapat menjelaskan dan menjawab segala hal menyangkut langkah dari seluruh
keputusan dan proses yang dilakukan, serta pertanggungjawaban terhadap hasil
kinerjanya”
Syahrudin Rasul (2002:11)
ada lima dimensi akuntabilitas yaitu sebagai berikut :
1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
Akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan lain yang disyaratkan dalam organisasi, sedangkan akuntabilitas
kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, korupsi dan
kolusi.
2. Akuntabilitas Manajerial
Akuntabilitas manajerial yang dapat juga
diartikan sebagai akuntabilitas kinerja adalah pertanggungjawaban untuk
melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien.
3. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program juga berarti bahwa
program-program organisasi hendaknya merupakan program yang bermutu dan
mendukung strategi dalam pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Lembaga
harus mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada pelaksanaan
program.
4. Akuntabilitas Kebijakan
Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat
mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan
dampak di masa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan
kebijakan tersebut dan mengapa kebijakan itu dilakukan.
5. Akuntabilitas Finansial
Akuntabilitas ini merupakan
pertanggungjawaban lembaga-lembaga pubik untuk menggunakan dana publik (public
money) secara ekonomis, efisien, dan efektif, tidak ada pemborosan dan
kebocoran dana, serta korupsi.
3.
E-Governance
e-government
merupakan sebuah modernisasi pemanfaatan teknologi yang secara garis bukan
sebuah perubahan yang sangat mendasar didalam sebuah tata pemerintahan yang dipastikan
akan berjalan dalam jangka panjang dan bukan pula membuktikan bahwa ini
merupakan awal dari sebuah proses pertumbuhan dan perubahan sosial.
Perubahan pada
Proses Kerja Pemerintah dalam e-Government
Sebelum
|
Sesudah
|
Proses
kerja pemerintah menggunakan kertas
|
Proses
dokumen berbasis elektronik
|
Prosedur
berorientasi bagian/satuan kerja
|
Prosedur
berorientasi pelayanan
|
Banyaknya
jalur kontak ke pemerintah dan kunjungan personal (tatap muka) ke
kantor-kantor pemerintah
|
Jalur
kontak tunggal dan akses online, sehingga kunjungan personal tidak begitu
diperlukan
|
Manajemen
sumber daya informasi tingkat bagian/satuan kerja, dengan banyaknya duplikasi
dan pemborosan antar bagian yang berbeda
|
Manajemen
sumber daya informasi terintegrasi menggunakan standar umum dan ditandai
dengan konvergensi
|
Secara umum, tahap pengembangan e-
government dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Tahap informatif mengandung arti bahwa
pembukaan situs web oleh organisasi pemerintah sebatas digunakan sebagai sarana
penyampaian informasi tentang kegiatan pemerintahan di luar media elektronik
maupun non-elektronik yang selama ini ada.
2. Tahap interaktif berarti penggunaan
teknologi internet yang memung- kinkan kontak antara pemerintah dan masyarakat
melalui situs web dapat secara online sehingga memungkinkan interaksi yang
lebih interaktif dan terbuka.
3. Tahap transaktif adalah penggunaan
teknologi internet yang memungkinkan transaksi pelayanan publik melalui situs
web.
4.
Inovasi dalam Manajemen Publik
Suryani (2008) Inovasi
dalam konsep yang luas sebenarnya tidak hanya terbatas pada produk. Inovasi
dapat berupa ide, cara-cara ataupun obyek yang dipersepsikan oleh seseorang
sebagai sesuatu yang baru. Inovasi juga sering dugunakan untuk merujuk pada
perubahan yang dirasakan sebagai hal yang baru oleh masyarakat yang mengalami.
Jong & Hartog (2007) merinci lebih mendalam mengenai dimensi
dalam inovasi dilihat dari dari sejumlah proses yaitu:
• Melihat peluang. Peluang muncul ketika ada persoalan
yang muncul atau dipersepsikan sebagai suatu kesenjangan antara yang seharusnya
dan realitanya.
• Mengeluarkan ide. Ketika dihadapkan suatu masalah atau
dipersepsikan sebagai masalah maka gaya berfikir konvergen.
• Mengkaji ide. Tidak Semua ide dapat dipakai, maka
dilakukan kajian terhadap ide yang muncul. Gaya berfikir divergen atau
mengerucut mulai diterapkan.
• Implementasi. Pada tahap ini, keberanian mengambil
resiko sangat diperlukan. Resiko berkaitan dengan probabilitas kesuksesan dan
kegagalan.
1.
Collaborative Public Management
(Governance)
• Konsep
penyelenggaraan pemerintahan atau governance yakni disebut konsep collaborative
governance atau penyelenggaraan pemerintahan yang kolaboratif.
• Ansell
& Gash, (2007) Collaborative Governance dapat dikatakan sebagai salah satu
dari tipe governance. Konsep ini menyatakan akan pentingnya suatu kondisi
dimana aktor publik dan aktor privat (bisnis) bekerja sama dengan cara dan
proses terentu yang nantinya akan menghasilkan produk hukum, aturan, dan
kebijakan yang tepat untuk publik atau,masyarakat.
Balogh,
Stephen, dkk. (2011), Dimensi pertama (system context) memiliki 7 elemen
yaitu:
- Resouce
Condition (Sumber daya yang dimiliki)
- Policy
and Legal Framework (Kebijakan dan kerangka hukum)
- Level
of Conflict/Trust (Konflik antar kepentingan dan tingkat kepercayaan)
- Sosioekonomi;kesehatan;budaya;dan
ragam (Potret Kondisi)
- Prior
failure to Address Issues (Kegagalan yang ditemui di awal)
- Political
dynamics/power relations (Dinamika politik), dan
- Network
connectedness (Jaringan yang terkait).
2. Contracting
for Public Services
Public-Private Partnership telah muncul sebagai model penting yang
digunakan pemerintah untuk menutup kesenjangan infrastruktur karena menawarkan
beberapa keuntungan kepada pemerintah yang kemudian berusaha untuk mengatasi
kekurangan infrastruktur atau meningkatkan efisiensi organisasi mereka (
Grimsey dan Lewis , 2004).
Konsep PPP telah didefinisikan dalam berbagai cara dan konseptualisasi
termasuk hampir semua bentuk interaksi publik-swasta
(Teisman dan Klijn,
2002).
3.
Budaya
Organisasi
Robbins dan Timothy
(2008:256) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna
(persepsi) bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, yang membedakan
organisasi tersebut dengan oganisasi lainnya.
Moeheriono (2012:336)
mengartikan budaya organisasi sebagai pola keyakinan dan nilai-nilai (values)
organisasi yang dipahami, dijiwai, dan dipraktikkan oleh organisasi sehingga
pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku
dalam organisasi.
Tujuan penerapan budaya
organisasi dalam Mangkunegara (2012), adalah agar seluruh individu dalam
perusahaan atau organisasi mematuhi dan berpedoman pada sistem nilai keyakinan
dan norma-norma yang berlaku dalam perusahaan atau organisasi tersebut serta
merupakan bentuk bagaimana orang-orang berprilaku dan melakukan hal-hal yang
membedakan organisasi dengan organisasi lain.
Etika dalam administasi
publik hakikatnya tidak mempersoalkan “benar atau salah” tetapi lebih
menekankan kepada “baik dan buruk”.
Syaefullah Djaja (2012)
menegaskan bahwa etika jabatan dalam birokrasi publik (etika pejabat publik)
berhubungan atau berkenaan dengan perbuatan seseorang yang memagang jabatan
tertentu, baik dalam waktu kerja maupun di luar kerja dan dalam kehidupannya
sehari-hari.
Secara etis, seorang
pejabat publik tidak bisa memisahkan antara perbuatannya dalam pekerjaan dengan
perbuatannya di luar pekerjaan.
Bureaupathologis
adalah penyakit-penyakit birokrasi ini antara lain:
a.
Indecision
yaitu tidak adanya keputusan yang jelas atas suatu kasus. Jadi suatu kasus yang
pernah terjadi dibiarkan setengah jalan, atau dibiarkan mengambang, tanpa ada
keputusan akhir yang jelas. Biasanya kasus-kasus seperti bila menyangkut
sejumlah pejabat tinggi. Banyak dalam praktik muncul kasus-kasus yang di peti
es kan.
b.
Red Tape yaitu
penyakit birokrasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan yang
berbelit-belit, memakan waktu lama, meski sebenarnya bisa diselesaikan secara
singkat.
c.
Cicumloution
yaitu Penyakit para birokrat yang terbiasa menggunakan katakata terlalu banyak.
Banyak janji tetapi tidak ditepati. Banyak kata manis untuk menenangkan gejolak
masa. Kadang-kadang banyak kata-kata kontroversi antar elit yang sifatnya bisa
membingungkan masyarakat.
d.
Rigidity yaitu
penyakit birokrasi yang sifatnya kaku. Ini efek dari model pemisahan dan
impersonality dari karakter birokrasi itu sendiri. Penyakit ini nampak dalam
pelayanan birokrasi yang kaku, tidak fleksibel, yang pokoknya baku menurut
aturan, tanpa melihat kasus-perkasus.
e.
Psycophancy
yaitu kecenderungan penyakit birokrat untuk menjilat pada atasannya. Ada gejala
Asal Bapak senang. Kecenderungan birokrat melayani individu atasannya, bukan
melayani publik dan hati nurani. Gejala ini bisa juga dikatakan loyalitas pada
individu, bukan loyalitas pada publik.
f.
Over staffing
yaitu Gejala penyakit dalam birokrasi dalam bentuk pembengkakan staf. Terlalu
banyak staf sehingga mengurangi efisiensi.
b.
Paperasserie
adalah kecenderungan birokrasi menggunakan banyak kertas, banyak
formulir-formulir, banyak laporan-laporan, tetapi tidak pernah dipergunakan
sebagaimana mestinya fungsinya.
c.
Defective accounting
yaitu pemeriksaan keuangan yang cacat. Artinya pelaporan keuangan tidak
sebagaiamana mestinya, ada pelaporan keuangan ganda untuk kepentingan
mengelabuhi. Biasanya kesalahan dalam keuangan ini adalah mark up proyek
keuangan.
4.
Ukuran Manajemen Kinerja Sektor
Publik
Kinerja adalah hasil seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas, seperti standar
hasil kerja, target atau sasaran kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
dan telah disepakati bersama (Rivai, 2004).
Sedarmayanti (2003:149) ada beberapa
faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan
faktor motivasi (motivation). Faktor kemampuan di dapat dari pengetahuan
(knowledge) dan keterampilan (skill) sedangkan motivasi terbentuk dari sikap
(attitude) dalam menghadapi situasi kerja.
Fadel, dalam JURNAL Ecoment Global Oemar dan Gangga, (2017), untuk mengukur kinerja pegawai dinilai dari :
1.
Pemahaman atas tupoksi
2.
Inovasi
3.
Kecepatan kerja
4.
Keakuratan kerja
5.
Kerjasama
Mangkunegara
(2009:67) pengukuran kinerja karyawan dapat dinilai dari :
1. Kualitas kerja
2.
Kuantitas kerja
3.
Tanggung jawab
4.
Kerjasama
5.
Inisiatif