Selasa, 23 Januari 2018

Tugas Final Tata Kelola Bencana



Tabel. Data Tugas PB
    
    Gambar 1. 
   
   Pada gambar di atas Risiko Bencana/Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1) :



-          Resiko Bencana/ancaman tinggi (merah)

-          Resiko Bencana/ancaman sedang (kuning)

-          Resiko Bencana/ancaman rendah (hijau)
     Gambar 2

Keterangan/Petunjut :
1.    Perhatikan Nim (stambuk) yang anda miliki pastikan ambil angka unik dari 3 digit terakhir Nim anda contoh : Nim 1055640139315> ambil nomor 3.
2.    Kerjakan secara berurutan mulai membuat matriks contoh pada Gambar (1) gunakan data pada tabel yang ditampilkan di atas kemudian buat pilihan tindakan contoh pada Gambar (2) gunakan pilihan tindakan yang berbeda (tidak harus sama dengan contoh di atas) ada banyak pilihan tindakan yang telah dibahas pada materi “pilihan tindakan penanggulangan bencana” silahkan memilih tindakan-tindakan yang tepat dan pastikan sesuai dengan matriks analisis resiko yang telah anda buat, perhatikan baik-baik tingkatannya serta kesesuaian dengan kasus bencana yang anda hadapi selain itu perhatikan Level-C yaitu gambaran tentang kondisi kapasitas/ketahanan/kemampuan daerah tersebut.
3.     Tambahkan bagian Pembahasan dari gambar dan tabel yang telah ada buat.
4.    Tugas maksimal 2 halaman; tidak perlu mengunakan plastik sebagai sampul; boleh dikerjakan lewat PC, laptop, atau tulis tangan.  

Jumat, 19 Januari 2018

Lanjutan Materi Studi Parlemen (Persiapan Quiz II) Update


KELEMBAGAAN (STRUKTUR KELEMBAGAAN)



HUBUNGAN LEMBAGA PERWAKILAN DENGAN EKSEKUTIF
       Kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung, bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain. Dalam praktiknya, kerapkali terjadi konflik antara eksekutif dan legislatif dalam pembuatan Perda. Terjadi tarik menarik kepentingan dalam proses pembahasan dan penetapan Perda yang membuat lambatnya suatu Perda ditetapkan (Perkasa et.al, 2013).

Checks and balances merupakan cerminan dari sistem presidensial (Asshidddiqie, 2006).
Dalam sistem pemerintahan presidensial di Indonesia, untuk mengimbangi dan mengawasi kekuasaan Presiden, terdapat DPR dan DPD sebagai lembaga parlemen atau lembaga legislatif yang memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan (Janedjri M. Gaffar 2012).
       Dalam menjalankan kewenangannya, Presiden dan DPR dihubungkan dengan mekanisme checks and balances itu sendiri, sehingga antara Presiden dan DPR memiliki mekanisme checks and balances dalam hubungan kerjanya, tetapi DPR terlihat memiliki kekuasaan yang lebih besar dan sering memasuki wilayah eksekutif.
       Prinsip checks and balances tersebut tidak hanya berlaku ke luar, dalam artian bahwa hanya ditujukan kepada lembaga negara yang menjalankan fungsi selain fungsi yang dijalankan oleh lembaga perwakilan rakyat. Namun dalam ketatanegaraan modern, prinsip tersebut juga harus diterapkan di dalam lembaga parlemen itu sendiri.
       Interdependensi adalah adanya saling bergantungnya antara suatu gejala dengan gejala lainnya. Sedang Interaksi adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara suatu gejala yang satu dengan lainnya. Konsep interaksi/interdependensi adalah konsep yang digunakan untuk mempelajari adanya hubungan timbal balik dan saling ketergantungan.
       hubungan yang ideal antara eksekutif dan legislatif dalam arti terciptanya keseimbangan dan saling ketergantungan antara kedua lembaga tersebut sangat tergantung pada sistem politik yang dibangun.
MacAndrews, Colin & Amal Ichlasul (2000)
       Tiga pola hubungan yakni : “dominasi Eksekutif, dominasi Legislatif, dan hubungan yang seimbang” dan lebih lanjut dikatakannya dalam suatu sistem politik satu negara ketiga pola hubungan tersebut tidak berjalan dengan tetap.
Amal Ichlasul (2000)
       Semakin demokratis sistem politik itu maka hubungan antara eksekutif dan legislatif akan semakin seimbang. Sebaliknya semakin tidak demokratis sistem politik suatu negara maka yang tercipta dua kemungkinan yaitu dominatif eksekutif yang mencipatakan rezim otoriter dan dominatif legislatif yang mencipatakan anarki politik.
       Antara DPRD dengan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) memiliki kedudukan yang seimbang karena menurut (Muluk ,2009) sama-sama dipilih (selected) secara langsung oleh masyarakat melalui pemilihan umum  yang demokratis dan terbuka bagi partai politik, sedangkat perangkat daerah merupakan birokrasi daerah otonom yang proses pengisiannya atas dasar pengangkatan (appointed) dan tertutup bagi partai politik.
HUBUNGAN LEGISLATIF DENGAN YUDIKATIF
Konsep Dasar
Kekuasaan negara yang terpusat pada satu organ tunggal dengan menggabungkan fungsi-fungsi kenegaraan memiliki potensi lebih besar untuk disalahgunakan (abuse de droit, atau misbruik van recht), atau dilaksanakan dengan sewenang-wenang (arbitrary, atau willekeur), atau dilaksanakan secara melampaui kewenangannya (detournement de pouvoir) (Bagir Manan, 2006).
kekuasaan yudisial (la puissance de juger, atau judicial power) dalam pandangan Lee Cameron McDonald tidak lain adalah the executive in regard to matters that depend on the civil law, yaitu cabang kekuasaan eksekutif yang berhubungan dengan penerapan hukum sipil (Asshiddiqie, 2006).
Doktrin pemisahan kekuasaan yang benar-benar bersifat multak dalam perkembangan sistem pemerintahan negara tidaklah memiliki keseragaman corak, dan bahkan kemudian tidak menjadi absolutisme dalam kelembagaan (Huda, 2012).
Konsep Hubungan
Tams Jayakusuma (2001:25) hubungan adalah suatu kegiatan tertentu yang membawa akibat kepada kegiatan yang lain. Selain itu arti kata hubungan dapat juga dikatakan sebagai suatu proses, cara atau arahan yang menentukan atau menggambarkan suatu obyek tertentu yang membawa dampak atau pengaruh terhadap obyek lainnya.
1. Mahkamah Agung
MA mempunyai wewenang:
a. mengadili pada tingkat kasasi;
b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang;
c. wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
2. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi dengan wewenang sebagai berikut:
  1. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
  2. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
  3. memutus pembubaran partai politik;
  4. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
3. Komisi Yudisial
Wewenang Komisi Yudisial menurut ketentuan UUD adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Dalam proses rekrutmen hakim agung, calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan untuk selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
Mahkamah Konstitusi sebagai ‘the gurdian of constitution” mempunyai Kewenangan yang telah ditentukan dan Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. 
       Untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden  melalui impeachment, MPR tidak bisa lagi bertindak sendiri seperti yang pernah terjadi pada kasus pemberhentian Presiden Soekarno tahun 1967 dan Presiden Abdurrahman Wahid tahun 2001, tetapi harus melibatkan lembaga baru yang bernama Mahkamah Konstitusi.
       kewenangan MK tidak sampai memutuskan apakah presiden dan atau wakil presiden layak diberhentikan atau tidak. MK hanya memberikan pertimbangan hukum dan membuktikan benar tidaknya dugaan atau pendapat DPR.


Rancangan undang-undang yaang telah disetujui oleh DPR dan Presiden untuk menjadi undang-undang,kini dapat diuji material (judikal review) oleh MK atas permintaan pihak tertentu. Dalam pasal 24C ayat (1) berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.


pengesahan rancangan undang-undang menjadi  undang-undang merupakan sesuatu yang dapat digugat. Undang-undang masih dapat dipersoalkan oleh masyarakat yang merasa dirugikan jika undang-undang itu jadi dilaksanakan, atau oleh segolongan masyarakat bahwa undang-undang itu dinilai bertentangan dengan norma hukum yang berada diatasnya, yaitu bertentangan dengan UUD 1945.



Dapat diraikan bahwa Hubungan antara Badan Legislatif dan badan yudikatif yaitu :
1. Parlemen bertugas membuat peraturan maka yang mengawal agar tetap terlaksanakanya aturan tersebut adalah MA bersama peradilan di bawahnya dan MK. Dengan peradilan yang ada di MA dan MK adalah bentuk kongritisasi dari di tegaknya aturan yang telah di buat legislative oleh lembaga yudikatif.
2. Sebaliknya dalam mengisi jabatan di MA dan MK, DPR berperan untuk memutuskan siapa saja yang berhak dan pantas menempati pos jabatan kekuasaan kehakiman tersebut. Telah disebutkan bahwa lembaga legislative adalah representasi dari rakyat, maka sama saja rakyat yang menentukan orang untuk menempati jabatan yang ada di kekuasan yudikatif.
HUBUNGAN PARLEMEN DENGAN PARTAI POLITIK
       Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dikemukakan bahwa partai berhak mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat.
       Fungsi utama dari parpol adalah menjembatani kepentingan masyarakat  dengan negara atau sebaliknya. Parpol juga sebagai entitas politik praktis sementara legislatif sebagai perpanjangan tangan parpol (Efriza, 2014)
Survei yang dilakukan Centre for strategic and International Studies (CSIS) Tahun 2012 Survei ini dilakukan secara acak bertingkat pada 16 hingga 24 Januari 2012 terhadap 2117 responden di 33 provinsi. menyatakan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap partai politik saat ini sangat rendah, hanya 22,4 persen responden menilai partai politik memiliki kinerja yang baik, sisanya menilai sebaliknya. Hal perlu parpol lakukan :
       partai politik harus bersungguh-sungguh berusaha menawarkan pasangan calon terbaik, yaitu calon yang memiliki kapabilitas sekaligus integritas kepemimpinan.
       peran partai politik dalam memobilisasi dukungan harus mendewasakan pemilih melalui pilihan isu dan cara yang bijak.
HUBUNGAN PARLEMEN DENGAN RAKYAT
       Secara moral ia juga bertanggung jawab kepada konstituen yang telah memilihnya. Tanggung jawab tersebut perlu diwujudkan dalam berbagai karya nyata yang memerhatikan kepentingan daerah, bangsa dan negara (Markus Gunawan 2008).

“bagaimanapun juga, legitimasi dari pemerintah bisa berada dalam bahaya jika sebagian besar rakyat tidak mempercayai pemerintahnya untuk jangka waktu yang lama – mengarah pada pelanggaran hukum dan dukungan terhadap pihak radikal (anti demokrasi)” Erber, R and R Lau (1990).
kepercayaan politik menghubungkan rakyat dan institusi yang mewakili mereka, meningkatkan legitimasi dan keefektifan dari pemerintah yang demokratis” Hetherington, M (1998).

HUBUNGAN PARLEMEN DENGAN MEDIA

Salah satu elemen demokrasi adalah kebebasan pers yang kelak membangun kesadaran politik masyarakat. Kontribusi media cukup signifikan terhadap konstruk kesadaran, pemahaman dan perilaku politik masyarakat, termasuk kehadiran media yang turut mempengaruhi perilaku politik (Effendi, 2000).

       Dalam perspektif Allan G. Johnson (1995), yang menegaskan bahwa sistem sosial dalam struktur organisasi sebagai alternatif menguatnya pengaruh individu. Jika perspektif ini diadopsi, maka tampaknya rasionalitas masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya banyak dipengaruhi dari akses berita politik media.

       Media kini mengubah kehidupan masyarakat sehingga membentuk  hiper realitas yang menjadi bagian fungsional dalam berbagai struktur masyarakat, terutama hadirnya televisi dan internet yang mengambil alih fungsi sosial manusia.

       Media perlu dikontrol untuk memberikan pendidikan politik, berupa membangun kesadaran masyarakat melalui saluran informasi media. Dengan demikian jelas bahwa media memiliki peran penting dalam sirkulasi pesan-pesan politik kepada masyarakat. Melalui media, seorang politisi dapat membangun pencitraan dirinya sehingga memiliki tingkat keterpilihan tinggi (Syobah, 2012, Jurnal Komunikasi dan Sosial Keagamaan).


TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PARLEMEN


       Transparansi merupakan dasar dari terciptanya akuntabilitas parlemen. Transparansi mensyaratkan keterbukaan informasi, akses masyarakat dan jaminan hukum.

       Menurut Eko Prasodjo transparansi parlemen harus tersedia dalam 3 hal yaitu Disclosure (pengungkapan), Tersedianya akses bagi masyarakat mendapatkan informasi, dan jaminan hukum bagi masyarakat dalam memperoleh informasi.

Menurut Eko Prasodjo, tujuan akuntabilitas penyelenggaraan kewenangan publik (termasuk parlemen) adalah : Untuk mengontrol penggunaan kewenangan; Untuk menjamin penggunaan sumber daya publik; dan Untuk mendorong peningkatan kinerja terus menerus. 

DIRECT POPULER CHECKS


Direct Populer Checks adalah pemeriksaan langsung oleh rakyat. Menurut C.F. Strong pemeriksaan langsung oleh rakyat adalah sarana-sarana ultrademokrasi, hal ini merupakan perluasan proses legislatif diluar majelis yang dilakukan oleh pemilih yang membentuk majelis.

       Menurut C.F.Strong dikatakan bahwa Referendum adalah proses penjajakan pemilih tentang suatu usulan pemerintah.

       Referendum legislatif dilakukan apabila suatu adopsi atau perubahan/pembaharuan konstitusi atau undang-undang mewajibkan adanya persetujuan rakyat seluruhnya.

       Referendum semesta adalah sebuah aksi referendum yang diselenggarakan berdasarkan kemauan rakyat, yang didahului oleh sebuah aksi demonstrasi atau petisi yang berhasil mengumpulkan dukungan mayoritas.

       Plebisit (plebiscite) adalah pemungutan suara yang dilakukan pada seluruh populasi suatu negara untuk menyikapi proposal atau kebijakan tertentu. Dalam plebisit, rakyat diperbolehkan memutuskan suatu masalah penting dengan hasilnya akan dianggap sebagai dekrit (keputusan) warga.

       Insiatif menurut saragih adalah hak rakyat untuk mengajukan usulan suatu UU kepada Parlemen atau Pemerintah khususnya memberikan cara penyelesaian kesalahan legislatif.

       recall diartikan sebagai suatu proses penarikan kembali atau penggantian anggota DPR oleh induk organisasinya. Tentu saja Partai Politik (Parpol).


Senin, 15 Januari 2018

Lanjutan Ringkasan Materi Tata Kelola Bencana - (Persiapan Quiz II)

PERENCANAAN PENANGGULANGAN BENCANA
         
        Perencanaan yakni suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Uno, 2009).

        perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang pada hal-hal yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan (Siagian, 2010).


        George R. Terry (2010) membagi empat fungsi dasar manajemen, yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Actuating (Pelaksanaan) dan Controlling (Pengawasan).

         

        Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu “rencana” yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana. (BNPB, 2008). Adapun jenis-jenis perencanaan penanggulangan bencana dikenal dengan istilah berikut :



        1. Rencana Mitigasi

        Situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan/ bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi.

        2. Rencana Kontijensi

        Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana  tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi.

        3. Operational Plan

        Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi ( Operational Plan ) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.

        4. Recovery Plan

        Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan ( Recovery Plan ) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana.




Pada bagian ini tidak dijelaskan secara mendalam karena telah diuraikan pada sejumlah materi pertemuan yang telah dibahas diawal perkulihan. Hal yang perlu dingat adalah pembagian Potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta daerah bahaya bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, peta kerentanan bencana tanah longsor, dan lain-lain.






            Kerentanan ( vulnerability ) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan terbagi sebagai berikut :

1.    Kerentanan Fisik

Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.

            Kerentanan fisik, yaitu indicator kerentanan yang diukur berdasarkan kodisi material tempat tinggal masyarakat seperti ; jenis bahan bangunan yang terdiri dari material keras seperti beton memiliki tingkat kerentanan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bangunan yang dibuat dari material kayu (Kasus Tsunami); Konstruksi bangunan yang dibuat permanen juga turut mengurangi tingkat kerawanan bangunan terhadap bencana (Kasus Banjir bagunan semi permanen memiliki kerentanan tinggi); dan faktor lain yang berpengaruh adalah umur bangunan.

            2. Kerentanan Ekonomi

            Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.

            3. Kerentanan Sosial

            Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.

            4. Kerentanan Lingkungan

            Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.

             

            ANALISIS KEMUNGKINAN DAMPAK BENCANA

            Dampak dapat diartikan benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi. (KBBI, 2010). Dampak memiliki keterkaitan dengan resiko, Risiko timbul karena ada ketidakpastian.

            Risiko adalah suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin terjadi. (Soemarno, 2011).

Analisis resiko bencana adalah Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan kerentanan masyarakat, akan dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda (BNPB 2008).
             
             
            Analisis Resiko Bencana  =             Bahaya X Kerentanan
                                    Ketahanan/Kapasitas/Kemampuan


  • Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya.
  • Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya (probabilitas).

Probabilitas diperoleh dari contoh berikut :




Probabilitas dari dua aspek index bahaya dan index kerentanan (fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan). Contoh pengkategorian bobot Probabilitas resiko :



Bobot
Kondisi
Persentasi
5
Pasti
hampir dipastikan 80 - 99%)
4
Kemungkinan besar
60 – 80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10 tahun mendatang
3
Kemungkinan terjadi
(40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 100 tahun)
2
Kemungkinan Kecil
20 – 40% dalam 100 tahun
1
Kemungkian sangat kecil
hingga 20%



Probabilitas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak.

Untuk menentukan faktor dampak dapat diamati pada indikator :

ü  jumlah korban;

ü  kerugian harta benda;

ü  kerusakan prasarana dan sarana;

ü  cakupan luas wilayah yang terkena bencana; 

ü  dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.



Contoh tabel Kategori dampak :

Bobot
Kategori
Persentasi
5
Sangat Parah
80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh total
4
Parah
60 – 80% wilayah hancur
3
Sedang
40 - 60 % wilayah terkena berusak
2
Ringan
20 – 40% wilayah yang rusak
1
Sangat Ringan
kurang dari 20% wilayah rusak




Pada gambar di atas Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1) :

-          Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)

-          Bahaya/ancaman sedang nilai 2

-          Bahaya/ancaman rendah nilai 1

Index Kapasitas


Pilihan tindakan adalah berbagai upaya penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan ancaman bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan (BNPB, 2008).

(1) Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:

1. Penyusunan peraturan perundang-undangan 

2. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah

3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur

4. Pembuatan brosur/leaflet/poster

5. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana

6. Pengkajian / analisis risiko bencana

7. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan

8. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana

9. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum

10. Pengarus-utamaan  PB dalam perencanaan pembangunan



Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:

  1. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
  2. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
  3. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
  4.  Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.
  5. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
  6. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana.
  7. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.

(2) Kesiapsiagaan, Tindakan yang dilakukan pada tahap kesiapsiagaan yaitu :

  1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
  2. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
  3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
  4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
  5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan. 
  6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini ( early warning )
  7. Penyusunan rencana kontinjensi ( contingency plan )
  8. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

(3) Tanggap darurat, Tindakan yang dilakukan pada tahap ini adalah :

1. pengkajian  secara  cepat  dan  tepat  terhadap  lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya;

2. penentuan status keadaan darurat bencana;

3. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;

4. pemenuhan kebutuhan dasar;

5. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan

6. pemulihan   dengan   segera   prasarana   dan   sarana vital.

(4) Pemulihan terbagi dua yaitu rehabilitasi dan rekonstrukusi. Adapun Tindakan Rehabilitasi terkait kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:

1. perbaikan lingkungan daerah bencana;

2. perbaikan prasarana dan sarana umum;

3. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;

4. pemulihan sosial psikologis;

5. pelayanan kesehatan;

6. rekonsiliasi dan resolusi konflik;

7. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;

8. pemulihan keamanan dan ketertiban;

9. pemulihan fungsi pemerintahan; dan

10. pemulihan fungsi pelayanan publik

Selanjutnya untuk Rekonstruksi meliputi :

1. pembangunan kembali prasarana dan sarana;

2. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;

3. pembangkitan  kembali  kehidupan  sosial  budaya masyarakat

4. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan  peralatan  yang  lebih  baik  dan  tahan bencana;

5. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;

6. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;

7. peningkatan fungsi pelayanan publik; atau

8. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.






  1. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan pelaksana,
  2. Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
  3. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana

Contoh Kegitan PB yang dikoordinasikan


Contoh Kegiatan PB yang bersifat Komando



Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan memerlukan koordinasi dengan berbagai sektor, secara garis besar sebagai berikut :

1.    Sektor Pemerintahan: mengendalikan kegiatan pembinaan pembangunan daerah.

2.    Sektor Kesehatan: merencanakan pelayanan kesehatan dan medik termasuk obat-obatan dan para medis

3.    Sektor Sosial : merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi

4.    Sektor Pekerjaan Umum : merencanakan tata ruang daerah, penyiapan lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan sarana dan prasarana

5.    Sektor Perhubungan :  melakukan deteksi dini dan informasi cuaca/meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi dan komunikasi

6.    Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral : merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan bencana akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana geologi sebelumnya

7.    Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi : merencanakan pengerahan dan pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.

8.    Sektor Keuangan : penyiapan anggaran biaya kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana

9.    Sektor Kehutanan : merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif khususnya kebakaran hutan/lahan

10.  Sektor Lingkungan Hidup :  merencanakan dan mengendalikan upaya yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan bencana.

11.  Sektor Kelautan : merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.

12.  Sektor Lembaga Penelitian dan Pendidikan Tinggi : melakukan kajian dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.

13.  TNI/Polri : membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena penghuninya mengungsi.

Unsur-Unsur lain yaitu :

  • Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak berkembang ke skala yang lebih besar.
  • Swasta, peran swasta cukup menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat pemberian bantuan darurat. Partisipasi yang lebih luas dari sektor swasta ini akan sangat berguna bagi peningkatan ketahanan nasional dalam menghadapi bencana.
  • Lembaga-lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya penanggulangan bencana. Dengan koordinasi yang baik lembaga Non Pemerintah ini akan dapat memberikan kontribusi dalam upaya penanggulangan bencana mulai dari tahap sebelum, pada saat dan pasca bencana.
  • Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian, penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan berdasarkan penerapan ilmupengetahuan dan teknologi yang tepat. Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.
  • Media, memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik. Untuk itu peran media sangat penting dalam hal membangun ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan ketepatan dalam memberikan informasi kebencanaan berupa peringatan dini, kejadian bencana serta upaya penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan kepada masyarakat.
  • Lembaga Internasional, pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari lembaga internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap darurta maupun pasca bencana. Namun demikian harus mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan tambahan tekait pendanaan/pembiayaan yakni sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan Penanggulangan bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral dibiayai dari anggaran masing-masing sektor yang bersangkutan.