Senin, 15 Januari 2018

Lanjutan Ringkasan Materi Tata Kelola Bencana - (Persiapan Quiz II)

PERENCANAAN PENANGGULANGAN BENCANA
         
        Perencanaan yakni suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Uno, 2009).

        perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang pada hal-hal yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan (Siagian, 2010).


        George R. Terry (2010) membagi empat fungsi dasar manajemen, yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Actuating (Pelaksanaan) dan Controlling (Pengawasan).

         

        Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu “rencana” yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana. (BNPB, 2008). Adapun jenis-jenis perencanaan penanggulangan bencana dikenal dengan istilah berikut :



        1. Rencana Mitigasi

        Situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan/ bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi.

        2. Rencana Kontijensi

        Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana  tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi.

        3. Operational Plan

        Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi ( Operational Plan ) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.

        4. Recovery Plan

        Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan ( Recovery Plan ) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana.




Pada bagian ini tidak dijelaskan secara mendalam karena telah diuraikan pada sejumlah materi pertemuan yang telah dibahas diawal perkulihan. Hal yang perlu dingat adalah pembagian Potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta daerah bahaya bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, peta kerentanan bencana tanah longsor, dan lain-lain.






            Kerentanan ( vulnerability ) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan terbagi sebagai berikut :

1.    Kerentanan Fisik

Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.

            Kerentanan fisik, yaitu indicator kerentanan yang diukur berdasarkan kodisi material tempat tinggal masyarakat seperti ; jenis bahan bangunan yang terdiri dari material keras seperti beton memiliki tingkat kerentanan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bangunan yang dibuat dari material kayu (Kasus Tsunami); Konstruksi bangunan yang dibuat permanen juga turut mengurangi tingkat kerawanan bangunan terhadap bencana (Kasus Banjir bagunan semi permanen memiliki kerentanan tinggi); dan faktor lain yang berpengaruh adalah umur bangunan.

            2. Kerentanan Ekonomi

            Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.

            3. Kerentanan Sosial

            Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.

            4. Kerentanan Lingkungan

            Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.

             

            ANALISIS KEMUNGKINAN DAMPAK BENCANA

            Dampak dapat diartikan benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi. (KBBI, 2010). Dampak memiliki keterkaitan dengan resiko, Risiko timbul karena ada ketidakpastian.

            Risiko adalah suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin terjadi. (Soemarno, 2011).

Analisis resiko bencana adalah Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan kerentanan masyarakat, akan dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda (BNPB 2008).
             
             
            Analisis Resiko Bencana  =             Bahaya X Kerentanan
                                    Ketahanan/Kapasitas/Kemampuan


  • Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya.
  • Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya (probabilitas).

Probabilitas diperoleh dari contoh berikut :




Probabilitas dari dua aspek index bahaya dan index kerentanan (fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan). Contoh pengkategorian bobot Probabilitas resiko :



Bobot
Kondisi
Persentasi
5
Pasti
hampir dipastikan 80 - 99%)
4
Kemungkinan besar
60 – 80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10 tahun mendatang
3
Kemungkinan terjadi
(40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 100 tahun)
2
Kemungkinan Kecil
20 – 40% dalam 100 tahun
1
Kemungkian sangat kecil
hingga 20%



Probabilitas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak.

Untuk menentukan faktor dampak dapat diamati pada indikator :

ü  jumlah korban;

ü  kerugian harta benda;

ü  kerusakan prasarana dan sarana;

ü  cakupan luas wilayah yang terkena bencana; 

ü  dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.



Contoh tabel Kategori dampak :

Bobot
Kategori
Persentasi
5
Sangat Parah
80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh total
4
Parah
60 – 80% wilayah hancur
3
Sedang
40 - 60 % wilayah terkena berusak
2
Ringan
20 – 40% wilayah yang rusak
1
Sangat Ringan
kurang dari 20% wilayah rusak




Pada gambar di atas Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1) :

-          Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)

-          Bahaya/ancaman sedang nilai 2

-          Bahaya/ancaman rendah nilai 1

Index Kapasitas


Pilihan tindakan adalah berbagai upaya penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan ancaman bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan (BNPB, 2008).

(1) Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:

1. Penyusunan peraturan perundang-undangan 

2. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah

3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur

4. Pembuatan brosur/leaflet/poster

5. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana

6. Pengkajian / analisis risiko bencana

7. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan

8. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana

9. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum

10. Pengarus-utamaan  PB dalam perencanaan pembangunan



Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:

  1. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
  2. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
  3. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
  4.  Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.
  5. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
  6. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana.
  7. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.

(2) Kesiapsiagaan, Tindakan yang dilakukan pada tahap kesiapsiagaan yaitu :

  1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
  2. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
  3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
  4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
  5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan. 
  6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini ( early warning )
  7. Penyusunan rencana kontinjensi ( contingency plan )
  8. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

(3) Tanggap darurat, Tindakan yang dilakukan pada tahap ini adalah :

1. pengkajian  secara  cepat  dan  tepat  terhadap  lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya;

2. penentuan status keadaan darurat bencana;

3. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;

4. pemenuhan kebutuhan dasar;

5. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan

6. pemulihan   dengan   segera   prasarana   dan   sarana vital.

(4) Pemulihan terbagi dua yaitu rehabilitasi dan rekonstrukusi. Adapun Tindakan Rehabilitasi terkait kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:

1. perbaikan lingkungan daerah bencana;

2. perbaikan prasarana dan sarana umum;

3. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;

4. pemulihan sosial psikologis;

5. pelayanan kesehatan;

6. rekonsiliasi dan resolusi konflik;

7. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;

8. pemulihan keamanan dan ketertiban;

9. pemulihan fungsi pemerintahan; dan

10. pemulihan fungsi pelayanan publik

Selanjutnya untuk Rekonstruksi meliputi :

1. pembangunan kembali prasarana dan sarana;

2. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;

3. pembangkitan  kembali  kehidupan  sosial  budaya masyarakat

4. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan  peralatan  yang  lebih  baik  dan  tahan bencana;

5. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;

6. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;

7. peningkatan fungsi pelayanan publik; atau

8. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.






  1. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan pelaksana,
  2. Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
  3. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana

Contoh Kegitan PB yang dikoordinasikan


Contoh Kegiatan PB yang bersifat Komando



Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan memerlukan koordinasi dengan berbagai sektor, secara garis besar sebagai berikut :

1.    Sektor Pemerintahan: mengendalikan kegiatan pembinaan pembangunan daerah.

2.    Sektor Kesehatan: merencanakan pelayanan kesehatan dan medik termasuk obat-obatan dan para medis

3.    Sektor Sosial : merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi

4.    Sektor Pekerjaan Umum : merencanakan tata ruang daerah, penyiapan lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan sarana dan prasarana

5.    Sektor Perhubungan :  melakukan deteksi dini dan informasi cuaca/meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi dan komunikasi

6.    Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral : merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan bencana akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana geologi sebelumnya

7.    Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi : merencanakan pengerahan dan pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.

8.    Sektor Keuangan : penyiapan anggaran biaya kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana

9.    Sektor Kehutanan : merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif khususnya kebakaran hutan/lahan

10.  Sektor Lingkungan Hidup :  merencanakan dan mengendalikan upaya yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan bencana.

11.  Sektor Kelautan : merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.

12.  Sektor Lembaga Penelitian dan Pendidikan Tinggi : melakukan kajian dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.

13.  TNI/Polri : membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena penghuninya mengungsi.

Unsur-Unsur lain yaitu :

  • Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak berkembang ke skala yang lebih besar.
  • Swasta, peran swasta cukup menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat pemberian bantuan darurat. Partisipasi yang lebih luas dari sektor swasta ini akan sangat berguna bagi peningkatan ketahanan nasional dalam menghadapi bencana.
  • Lembaga-lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya penanggulangan bencana. Dengan koordinasi yang baik lembaga Non Pemerintah ini akan dapat memberikan kontribusi dalam upaya penanggulangan bencana mulai dari tahap sebelum, pada saat dan pasca bencana.
  • Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian, penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan berdasarkan penerapan ilmupengetahuan dan teknologi yang tepat. Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.
  • Media, memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik. Untuk itu peran media sangat penting dalam hal membangun ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan ketepatan dalam memberikan informasi kebencanaan berupa peringatan dini, kejadian bencana serta upaya penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan kepada masyarakat.
  • Lembaga Internasional, pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari lembaga internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap darurta maupun pasca bencana. Namun demikian harus mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan tambahan tekait pendanaan/pembiayaan yakni sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan Penanggulangan bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral dibiayai dari anggaran masing-masing sektor yang bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar